MAKALAH KULTUR MAHKOTA DEWA



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Tanaman memiliki daya regenerasi yang kuat, hal ini telah lama di sadari dan ini merupakan titik tolak berkembangnya industri kultur jaringan tanaman. Beberapa peneliti mengembangkan hasil peneliti sebelumnya bahwa sel/jaringan dapat di tanam secara terpisah dalam media/kultur tertentu. Usaha pengembangan tanaman dengan metoda kultur jaringan tanaman merupakan usaha pebanyakan varietas tanaman/spesies tanaman secara vegetatif. Spesies tanaman yang sering dikembangkan adalah tanaman hias,bunga,tanaman pertanian seperti sayur-sayuran,buah-buahan. Selain untuk perbanyakan varietas tanaman, saat ini kultur jaringan diarahkan untuk beberapa tujuan, antara lain untuk memproduksi metabolit sekunder
Pada awalnya mahkota dewa dipandang sebagai tumbuhan yang sangat menarik, karena memiliki buah berwarna merah marun. Penampilan mahkota dewa yang sangat menarik ini, kemudian menyebabkan banyak orang memeliharanya sebagai tanaman hias, terutama apabila buahnya sudah mulai tua. Buah tua tumbuhan ini sesungguhnya dapat dimakan, meskipun harus diperhatikan bahwa bijinya mengandung racun. Selain itu pembudidayaannya tidak terlalu sulit, karena dapat diperbanyak dengan cara mencangkok (vegetatif) maupun menggunakan biji (generatif).
Belakangan ini muncul beberapa penyakit baru yang semakin mengancam kehidupan manusia. Banyak peneliti yang terus mencari sumber-sumber bahan baku obat dari alam tumbuhan Indonesia yang sangat kaya akan sumberdaya plasma nutfah. Beberapa diantaranya menjadi sangat populer dikalangan masyarakat, karena dianggap dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan sudah diperdagangkan dalam bentuk kemasan. Salah satu diantaranya berasal dari tumbuhan mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) suku Thymelaceae, yaitu sejenis tumbuhan perdu yang tumbuh dari dataran rendah  hingga ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Salah satu jenis penyakit
1
yang dapat di obati dengan Mahkota Dewa ini adalah penyakit kanker. Pengobatan terhadap kanker dapat dilakukan melalui operasi, radiasi atau  dengan memberikan kemoterapi. Penggunaan antikanker yang ideal adalah antikanker yang memliliki toksisitas selektif artinya menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel jaringan normal. Antikanker yang ada sekarang pada umumnya menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas karena menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat antara lain sumsum tulang, mukosa saluran cerna, folikel rambut dan jaringan limfosit.
            Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengatasi berbagai keluhan antara lain untuk diabetes, liver, antimikroba, hipertensi dan kanker. Pada penelitian ini dikembangkan efek sitotoksik dari bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak buah mahkota dewa terhadap kultur sel myeloma.
            Tumbuhan mahkota dewa juga dinamakan sebagai simalakama, karena berkhasiat sebagai obat dan berpotensi sebagai racun. Apabila mengkonsumsi mahkota dewa secara langsung dapat menyebabkan bengkak, sariawan, mati rasa pada lidah, kaku, demam, bahkan dapat menyebabkan pingsan. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat bahan kimia ethyleugenol yang umum ternyata bila diberikan setiap hari selama 2 tahun dapat mengakibatkan terjadinya neoplasma hati, hepatoadenoma, hepatokarsinoma, hepatokholangiokarsinoma dan hepatoblastoma.
Hati merupakan organ yang tersusun dari unit-unit fungsional (acinus) yang tampak seperti kelompok-kelompok parenkim. Meskipun umumnya terjadi variasi dalam species, tetapi struktur penting dan gambaran fungsional pada seluruh species diperkirakan sama. Unit-unit fungsional tersebut menyediakan nutrisi secara rutin bagi triliunan sel-sel di dalam tubuh. Prosesnya dilakukan oleh sel-sel parenkim, hepatosit dan sel-sel kupffer yang akan mengubah nutrien ke dalam bentuk-bentuk biokimia yang layak untuk diabsorbsi oleh sel, agar dapat menjalankan fungsinya.


2
1.2. Tujuan
            Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui analisis pendahuluan metabolit sekunder dari kalus mahkota dewa (Phaleria macrocarpa ),untuk melihat efek sitotoksik in vitro dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap kultur sel kanker meiloma dan untuk mengetahui pengaruh ektrak butanol buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa ) terhadap jarinagn hati mencit (Mus musculus).
























3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Metoda kultur jaringan ini apabila digunakan dapat menhasilkan keuntungan diantaranya dapat menghasilkan suatu metabolit sekunder yang berguna untuk pengobatan dan menjaga kesehatan dalam jumlah besar, serta tumbuh di dalam waktu yang cepat pada lahan yang terbatas. Awalnya, mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) di budidayakan sebagai tanaman hias dan digunakan untuk tanaman peneduh, tetapi saat ini tanaman mahkota dewa berguna untuk salah satu tanaman obat tradisional yang dikenal merupakan obat asli indonesia.
            Sampai saat ini telah banyak penyakit yang berhasil disembuhkan tergantung pada bagian tanaman yang digunakan biasanya memberikan efek yang berbeda terhadap jenis penyakit yang dapat di obati/disembuhkan. Bagian yang digunakan atau yang paling sering digunakan adalah daunnya, daunnya biasa di gunakan dengan cara merebusnya. Penyakit yang dapat di obati yaitu disentri, alergi dan tumor. Kulit dan daging buah juga digunakan untuk pengobatan flu,rematik dan kanker rahim. Beberapa keunggulan dari mahkota dewa ini menjadikannya salah satu tanaman obat yang mendapatkan perhatian cukup besar untuk terus di kembangkan.
            Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh mahkota dewa menyebabkan mahkota dewa mendapatkan perhatian yang besar dari beberapa negara. Saat ini mahkota dewa sedang diteliti dan dikembangkan secara serius sebagai obat untuk penyembuhan beberapa penyakit. Negara yang sedang mengembangkan penelitian ini antara lain Belanda,Taiwan,Singapura dan Malaysia.
Tumbuhan ini akan mengeluarkan bunga dan diikuti dengan munculnya buah setelah 9 – 12 bulan kemudian. Buahnya berwarna hijau saat muda dan menjadi merah marun setelah berumur 2 bulan. Buahnya berbentuk bulat dengan ukuran bervariasi mulai dari sebesar bola pingpong sampai sebesar buah apel, dengan ketebalan kulit antara 0,1 – 0,5 mm. Buah mahkota dewa ini biasanya digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dari mulai flu, rematik, paru-paru, sirosis hati sampai kanker.
4
Di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid. Batang mahkota dewa yang bergetah dapat digunakan untuk mengobati penyakit kanker tulang, bahkan bijinya yang dianggap sangat beracun, masih digunakan sebagai obat luar untuk mengobati penyakit kulit. Mungkin hanya akar dan bunganya saja yang jarang dipergunakan sebagai obat. Selain itu mahkota dewa dapat tumbuh hingga puluhan tahun dengan tinggi mencapai 5 meter dan masa produktifnya berkisar antara 10 sampai 20 tahun.
            Tumbuhan mahkota dewa juga dinamakan sebagai simalakama, karena berkhasiat sebagai obat dan berpotensi sebagai racun. Aspek penting lainnya adalah mendetoksifikasi berbagai macam racun di dalam tubuh, seperti buangan metabolik, alkohol, residu insektisida, obat-obatan atau bahan-bahan kimia berbahaya lainnya. Proses detoksifikasi ini dilakukan oleh enzim mikrosomal hepatik yang sebagian besar terletak di retikulum endoplasmik halus dari periacinar.
Sistem ini akan mengkonversi senyawa hidrofobik (larut dalam lemak) yang secara alami sulit dieliminasi oleh tubuh, menjadi senyawa hidrofilik (larut dalam air) agar dapat diekskresi ke dalam empedu atau urin. Prosesnya dengan mengubah senyawa polar menjadi molekul-molekul atau modifikasi lainnya, kemudian digabungkan dengan senyawa kimia lain sehingga dapat larut dalam air. Ironisnya dalam proses detoksifikasi tersebut, hati terkadang justru merubah bahan berbahaya menjadi lebih beracun dan merusak sel-selnya sendiri.
Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kerusakan struktur hepatosit dengan rentang mulai pembengkakan seluler seperti lipidosis sampai nekrosis. Pada kasus keracunan berat, kegagalan fungsi hati umumnya menyebabkan kematian dalam 12 –24 jam. Popularitas mahkota dewa menyebabkannya banyak dikonsumsi masyarakat sebagai obat tradisional, baik secara tunggal maupun dicampur dengan obat-obatan tradisional lainnya. Dikhawatirkan tumbuhan mahkota dewa yang dikonsumsi masyarakat sebagai obat tradisional, akan menimbulkan efek samping saat dikonsumsi dalam jumlah besar.
           



5
BAB III
PEMBAHASAN

            Pertumbuhan tanaman steril yang berasal dari biji buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) menggunakan media pertumbuhan MS 10% makro-mikro, ditambah dengan vitamin, mio-inositol dan BAP 0,2 ppm(hormon pertumbuhan) menghasilkan pertumbuhan yang sangat baik. Inisiasi kalus yang berasal dari tanaman steril di tanam pada media perlakuan yaitu pertumbuhan 2,0 ppm 2,4 D dan 1,0 ppm BAP. Pada minggu kedua sudah mulai terbentukkalus dan pertumbuhan kalus yang sempurna terjadi pada minggu kedelapan.
            Penggunaan hormon 2,4 D sangat  berguna untuk menghambat proses morfogenesis pada kalus sehingga mampu menginisiasi pertumbuhan kalus. Pada minggu keenam kalus kalus sudah dapat di gunakan untuk perbanyakan dengan cara subkultural. Perbanyakan kalus dilakukan dengan cara memindahkan kalus ( minggu keenam ) pada media yang sama dengan media pertumbuhan yang optimal yaitu media MS 10% dengan menambahkan 2,0 ppm 2,4 D dan 1,0 BAP (sub kultur) beberapa kali sehingga diperoleh jumlah kalus lebih banyak lagi. Pada minggu kedelapan jumlah kalus sudah banyak dan dapat digunakan untuk pengujian.
            Pada penapisan fitokimia dilakukan terhadap kalus yang telah di keringkan dengan cara di angin-anginkan dan serbuk kering daun mahkota dewa sebagai pembanding. Hasil uji penapisan fitokimia menunjukkan bahwa golongan metabolisme sekunder yang dihasilakn kalus mempunyai kesamaan dengan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh serbuk daun mahkota dewa yaitu golongan alkaloid,saponin,flavonoid,tannin dan steroid.
            Hasil uji sitotoksik ekstrak buah mahkota dewa pada kultur sel mieloma terlihat bahwa dengan kenaikan konsentrasi ekstrak terjadi penurunan persentase viabilitas sel mieloma. Persentase viabilitas sel mieloma adalah jumlah sel hidup pada perlakuan dibagi jumlah sel total yaitu jumlah sel hidup ditambah jumlah sel mati. Pada penelitian ini dengan pemberian ekstrak dengan dosis terendah yaitu 0,312 mg/ml terjadi penurunan viabilitas sel mieloma menjadi 84,42% dan secara
6
berturut-turut peningkatan konsentrasi ekstrak menjadi 0,625 mg/ml menyebabkan viabilitas sel menjadi 80,85%, konsentrasi 1,25 mg/ml menyebabkan viabilitas sel menjadi 80,19%, konsentrasi 2,5 mg/ml menyebabkan viabilitas sel menjadi 77,71% dan konsentrasi 5 mg/ml menyebabkan viabilitas sel menjadi 75,25%.
            Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan ANAVA dengan menggunakan program SPSS terlihat bahwa ada perbedaan yang bermakna antar perlakuan terhadap efek sitotoksik kultur sel mieloma yang ditunjukkan oleh harga siknifikansi yang lebih kecil dari  0,05. Hasil analisis LSD menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol pelarut dengan seluruh konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa 0,312; 0,625; 1,25; 2,5 dan 5 mg/ml, sedangkan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol pelarut tidak ada perbedaan yang bermakna, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pelarut metanol sebagai penarik bahan aktif ekstrak buah mahkota dewa tidak berpengaruh terhadap kematian sel mieloma, sehingga kematian sel mieloma pada pemberian ekstrak buah mahkota dewa memang disebabkan oleh bahan aktif yang terkandung pada buah mahkota dewa.
Hasil uji LSD antara konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa terlihat ada perbedaan yang bermakna antara konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa, kecuali konsentrasi 0,625 dan 1,25 mg/ml tidak ada perbedaan viabilitas sel mieloma secara bermakna. Penambahan konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa berakibat bertambah besar jumlah bahan berkhasiat yang terkandung didalamnya. Terbukti dengan semakin rendahnya viabilitas sel mieloma dengan penambahan konsentrasi ekstrak buah mahkota dewa.
Dalam penelitian ini aktivitas sitotoksisitas ekstrak buah mahkota dewa ditentukan dengan metode viabilitas sel yaitu merupakan salah satu metode uji aktivitas antikanker yang berdasarkan pada kemampuan sel untuk bertahan hidup terhadap pemaparan senyawa toksik. Untuk membedakan sel hidup dan sel mati digunakan pewarnaan dengan tripan biru, sel mati akan menyerap zat warna biru karena kematian sel akan diikuti oleh perubahan integritas membran sel sehingga membran sel menjadi permeabel dan dapat menyerap zat warna, sedangkan sel
7
hidup membran selnya impermeabel sehingga tidak dapat menyerap warna. Sifat sitotoksik merupakan langkah utama dalam usaha penemuan obat antikanker baru berasal dari alam.
Penelitian antikanker bertitik berat pada bagaimana mekanisme sel kanker terbunuh oleh obat-obat sitotoksik untuk melihat kematian sel secara terprogram yang disebabkan oleh interaksi antara molekul obat dengan target molekul intraselluler. Target molekul intraselluler yang diharapkan adalah target spesifik pada sel kanker dan bukan pada sel normal. Pada penelitian ini pemberian ekstrak buah mahkota dewa pada semua konsentrasi sudah dapat menyebabkan kematian sel mieloma. Pada dosis tertinggi yaitu 5 mg/ml mampu mematikan sel mieloma sebesar 24,75 %. Perlu dipertimbangkan juga bahwa sampel ini masih berupa ekstrak yang berisi macam-macam senyawa, sehingga kemungkinan besar hasil isolasi dari ekstrak ini akan mempunyai kemampuan penghambatan terhadap sel kanker yang lebih besar.
Efek sitotoksik dari ekstrak buah mahkota dewa pada penelitian ini dimungkinkan karena bahan aktif yang terkandung dalam buah mahkota dewa. Hal ini diperkuat bahwa tanaman mahkota dewa mengandung terpenoid, alkaloid, saponin dan polifenol. Tanaman yang mengandung flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, polifenol pada umumnya mempunyai efek sebagai sitotoksik dan antioksidan.
Efek suatu bahan sangat erat kaitannya dengan senyawa kimia yang terkandung dalam bahan tersebut. Kulit buah mahkota dewa mengandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid, sedang dalam daunnya terkandung alkaloid, saponin, serta polifenol. Di antara senyawasenyawa tersebut, flavonoid mempunyai bermacam-macam efek, yaitu efek antitumor, anti HIV, immunostimulan, antioksidan, analgesik, antiradang (anti inflamasi), antivirus, antibakteri, antifungal, antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik, dan sebagai vasodilator. Senyawa saponin mempunyai efek anti inflamasi, analgesik, dan sitotoksik. Sedangkan fenol atau polifenol merupakan metabolit sekunder tanaman seperti komponen fenolik sederhana, tanin, quinones, antocyanine, dan lain-lain.
8
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap ekstrak butanol buah tua dari mahkota dewa, diketahui bahwa pemberian dosis 0; 42,5; 85 dan 170 mg/kg berat badan tidak menyebabkan terjadinya perubahan perilaku fisik dan juga tidak berpengaruh terhadap berat hati (P > 0,05). Sedangkan pada pengamatan histologi yang dilakukan, diketahui bahwa pemberian dosis sebesar 42,5 dan 85 mg/kg berat badan, tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang berarti pada jaringan hati.
            Perubahan jaringan hati mulai terjadi setelah dosis yang diberikan ditingkatkan menjadi 170 mg/kg berat badan yang memperlihatkan adanya disfungsi parenkim berupa vakuolisasi sitoplasma. Pembentukan vakuola ini disebabkan oleh terjadinya degenerasi akibat penimbunan lemak yang dapat menyebabkan terjadinya nekrosis sentrolobular. Terjadinya kerusakan pada hati umumnya disebabkan oleh gangguan keseimbangan dari ion-ion, cairan atau produk-produk metabolisme seperti lemak bebas maupun hasil penguraian dari membran fospolipid.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan cairan yang berupa pembengkakan sel maupun degenerasi seluler. Pada kasus yang berat dapat menyebabkan terjadinya kematian sel, yang dapat diketahui dengan adanya perubahan-perubahan sitoplasma dan inti selnya. Kerusakan struktur hepatosit dimulai dari pembengkakan seluler seperti lipidosis sampai nekrosis. Pada kasus keracunan berat akan  menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi hati yang dapat menyebabkan kematian dalam 12 –24 jam. Tikus yang diberi 1 mg/ekor ekstrak daun babadotan, mati 3 hari kemudian dengan kerusakan jaringan terdiri dari vakuolisasi, anisokariosis, megalositosis dan infiltrasi sel-sel mononuklear.
            Sebagai perbandingan, suspensi serbuk temu putih (Curcuma zedoaria) dan kunyit putih (Curcuma mangga) yang dianggap juga memiliki efek anti kanker, pada pemberian dosis 132,93 mg/kg (temu putih) dan 223,3 mg/kg (kunyit putih) secara oral, menyebabkan terjadinya nekrosis. Meskipun demikian hati merupakan organ yang sangat luar biasa dalam mempertahankan fungsinya, sehingga masih dapat mempertahankan fungsi normalnya meskipun hanya dengan
9
10 – 12 % unit fungsional yang normal. Selain itu umumnya bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh, dapat dimetabolisme melalui proses enzimatik sebagai pertahanan untuk melindungi tubuh dari bahan-bahan kimia berbahaya. Kemudian secara simultan, bahan-bahan berbahaya hasil buangan metabolisme tersebut diproses dan diekskresikan dalam bentuk urin yang dikeluarkan setiap hari. Kemampuan untuk memproteksi kerusakan akibat bahan kimia di atas, umumnya dimiliki oleh semua jenis mamalia, meskipun kemampuan melawan partikel-partikel bahan tersebut bervariasi diantara species, terutama dalam memindahkan 1 group etil melalui oksidasi mikrosomal.
























10
BAB IV
PENUTUP

4.1.Kesimpulan
            Dari makalah yang telah di buat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

·         Hasil uji penapisan fitokimia dari daun dan kalus mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) menunjukan bahwa keduanya mengandung metabolit sekunder yang sama yaitu golongan alkaloid,flavonoid,saponin,tannin,dan steroid.
·         Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dapat menurunkan viabilitas sel mieloma menjadi 75,25% pada konsentrasi 5 mg/ml sehingga dapat dikatakan buah mahkota dewa mempunyai efek sitotoksisitas terhadap kultur sel mieloma.
·         Dari pernyataan-pernyataan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak butanol buah tua dari tumbuhan mahkota dewa sampai dosis 170 mg/kg berat badan, belum mengganggu fungsional hati dari mencit percobaan.












11
DAFTAR PUSTAKA

Gotama, I. B. I., Sugiarto, S., Nurhadi, M., Widiyastuti, Y. Wahyono, S. dan Prapti, I. J. 1999. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid V. Jakarta, Departemen Kes. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 147-148.
Hargono, P. 1993. Perspektif pengembangan Obat Tradisional di Indonesia.
Hartwel, J.L. 1987. Plants used Against Cancer. Quarterman Publications, Inc., Lawrence, Massachusetts.
Lisdawati. 2002. Buah Mahkota Dewa, Toksisitas, Efek antiokasidan bedsarkan uji penapisan Farmakologi. Universitas Gajah Mada. Nootter, K. , Burger, H, Schenk, P and Stoter G. 1999. Moleculer mechanisms of drug resistence and sensitivity, in Oncological Research at the Erasmus University Rotterdam- University Hospital Rotterdam.
Perry, L.M. 1980. Medicinal Plant of East and Southeast Asia Atribute Properties and Uses. MIT Press. London. Rang, H.P., Dale, M.M and Ritter, J.M. 1995. Pharmakology, 3nd edition, Churchil Livingstone, New York and Tokyo.
Sari, I. P. dan Wigati, S., 2000. Uji Ketoksikan Akut Temu Putih (Curcuma zedoaria Rose. Berg) dan Kunyit Putih (Curcuma mangga) pada Tikus Galur Wistar Kongres Nasional Obat Tradisional Indonesia (Simposium Penelitian Bahan Obat Alami X). Surabaya, 20 – 22 Nopember. h. 176.
Zakim, O., 1985. Pathophysiology of liver disease. In : Smith, L.M. and. Their, S.O (eds), Pathophysiology : The Bio logical Principles of Disease. 2nd edition. W.B. Saunders Co. Philadelphia. h. 799

12


0 komentar: