MAKALAH KULTUR EMBRIO



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun setelah persilangan buatan seringkali dijumpai permasalahan antara lain buah yang terbentuk gugur saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat diselamatkan dan ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio muda ini dikenal dengan sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue).
Selain teknik penyelamatan embrio ini dikenal juga teknik kultur embrio (embryo culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis. Embrio culture adalah salah satu teknik kultur jaringan yang pertama kali berhasil. Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi untuk mempercepat program pemuliaan serta perbanyakan tanaman yang sulit berkecambah secara alami.

1.1  TUJUAN DAN MANFAAT

1.1.1        TUJUAN
  • Mahasiswa mampu mengetahui manfaat dan tujuan kultur embrio
  • Mahasiswa mampu mengetahui teknik-teknik dalam kultur embrio
  • Mahasiswa mampu mengetahui teknik isolasi kultur embrio dengan baik dan benar

1.1.2        MANFAAT
Agar mahasiswa dapat memilki ketrampilan secara pengetahuan mengenai kultur embrio.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kultur Jaringan

Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.
Teori Dasar Kultur Jaringan
a. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1) Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar air flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Terdapat beberapa jenis pemuliaan tanaman dalam kutur jaringan tumbuhan,salah satunya adalah penyelamatan embrio (embryo rescue) dan kultur embrio.
Pemuliaan tanaman terjadi melalui hibridisasi dan seleksi. Dengan menyilangkan tanaman, pemulia berusaha untuk menggabungkan karakter terbaik dari 2 tanaman yang berbeda. Melalui seleksi, pemulia mencoba untuk menyeleksi anakan yang memiliki kombinasi kualitas yang optimal dari kedua tanaman induk. Proses ini tentu saja sangat tergantung pada produksi benih viable. Jika benih viabel tidak terbentuk, tidak akan ada keturunan yang akan diseleksi. Tidak ada anakan tidak berarti fertilisasi tidak terjadi setelah polinasi. Kemungkinan terjadi keguguran embryo pada fase dini perkembangan biji, akibat penyebab yang tidak diketahui. Dengan teknik kultur jaringan, embryo yang belum matang ini dapat diselamatkan (SBW International, 2008)
Teknik penyelamatan embrio (embryo rescue) mulai dikembangkan tahun 1900an yang memungkinkan benih yang belum matang atau embrio diselamatkan untuk membentuk tanaman baru. Ini biasanya dilakukan untuk benih – benih yang memiliki masa dormansi yang panjang. Belakangan ini juga berkembang teknik penyelamatan bakal biji yang telah terserbuki tapi tidak pernah menghasilkan benih viable. Penyelamatan embryo banyak dilakukan untuk memperoleh hibrida interspesifik dan intergenerik. Misalnya pada kentang dan berbagai tanaman hias.
Kultur embrio belum matang yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam beberapa hal, incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio adalah untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat serangan hama dan penyakit.
Teknik embryo culture dan embryo rescue pada dasarnya melibatkan 3 tahapan, yaitu:
1). Sterilisasi eksplan
Embrio pada prinsipnya berada dalam keadaan steril. Hal ini disebabkan karena embrio berada di dalam buah (di dalam biji) terlindung oleh jaringan-jaringan buah dan biji yang berada di luar embrio, antara lain oleh kulit buah, daging buah dan kulit biji. Keadaan ini menyebabkan sterilisasi embrio tidak perlu dilakukan.
Sterilisasi permukaan perlu dilakukan pada buah ataupun biji untuk mensterilkan permukaan buah/biji sehingga pada waktu isolasi embrio tidak terdapat sumber kontaminan. Karena embrio berada di dalam, sterilisasi dapat dilakukan dengan pembakaran buah/biji atau dengan sterilan kimia seperti sodium hypochlorite dengan konsentrasi cukup tinggi (>2 %).
2). Isolasi dan penanaman embrio
Seringkali masalah timbul saat isolasi embrio terutama untuk embrio berukuran kecil sehingga isolasinya harus dilakukan di bawah mikroskop. Untuk embrio berukuran besar, isolasi embrio tidak menjadi masalah. Isolasi harus dilakukan secara hati-hati agar embrio tidak rusak dan kehilangan salah satu atau lebih bagian-bagiannya (radicula, plumula, hypocotil, coleoptyl, dll). Selain itu harus tetap dijaga juga agar isolasi dilakukan dalam kondisi tetap aseptis. Embrio yang telah diisolasi selanjutnya ditanam pada media yang telah dipersiapkan.
Media untuk pengecambahan embrio cukup sederhana. Kebutuhan nutrisi di dalam media untuk pengecambahan embrio juga lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk tujuan teknik kultur yang lain. Pada prinsipnya media diperlukan untuk menggantikan peranan endosperm dalam mendukung perkecambahan embrio dan perkembangan bibit muda mengingat embrio yang ditanam umumnya telah memiliki radicula dan plumula. Media yang umum digunakan untuk pengecambahan embrio adalah media Knudson dan Vacin & Went (untuk anggrek), Media MS dalam ½ konsentrasi garam-garamnya. Dalam pengecambahan embrio dewasa umumnya vitamin tidak ditambahkan dalam media, namun sumber karbon tetap diperlukan meskipun dalam konsentrasi yang lebih rendah (umumnya 20 g/l). Akan tetapi, dalam pengecambahan embrio muda diperlukan media yang lebih kompleks. Perkembangan embrio muda perlu didukung pada awalnya sehingga radicula dan plumula dapat berkembang sempurna sebelum embrio ini berkecambah. Untuk itu, nutrisi yang lebih lengkap beserta vitamin seperti nicotinic acid, biotin, vitamin C, vitamin B perlu ditambahkan pada media kultur embrio muda ini. Hormon tanaman umumnya tidak ditambahkan dalam media kultur embrio karena penambahan hormon tanaman kemungkinan dapat merangsang terbentuknya kalus pada embrio. Kalus umumnya tidak diinginan pada kultur embrio mengingat tujuan kulturnya adalah untuk merangsang perkecambahan embrio. Pada beberapa kasus, terutama untuk embrio muda atau embrio yang mengalami dormansi, penambahan giberellin dalam media kultur dapat dilakukan. Untuk pengecambahan embrio umumnya digunakan media padat sehingga agar pada konsentrasi 0,8 sampai 1,6 % ditambahkan ke dalam media. Media cair kadangkala diperlukan untuk pengecambahan, misalnya pada embrio kelapa. Kondisi pengecambahan ini memodifikasi kondisi alamiah perkecambahan buah kelapa dimana nutrisi tersedia dari endosperm yang cair yaitu berupa air kelapa. Apabila media cair digunakan untuk pengecambahan, umumnya kultur ditempatkan di atas shaker (alat penggojok) untuk menghindari kekurangan oksigen pada eksplan yang dapat menyebabkan eksplan mati.
3). Aklimatisasi
Aklimatisasi dilakukan setelah embrio berkecambah dan diperoleh plantlet yang siap untuk dipindahkan ke lapangan. Teknik aklimatisasi untuk plantlet hasil regenerasi kultur embrio pada prinsipnya sama dengan aklimatisasi plantlet hasil regenerasi dari teknik kultur jaringan lainnya.
Selain kultur embrio dan embrio rescue,terdapa pula beberapa tipe – tipe kultur lain ,yaitu: kultur kalus, kultur meristem,kultur suspensi sel, kultur protoplas, kultur anther dan pollen, dan kultur spora paku.
Kedua teknik ini (embryo culture dan embryo rescue) dewasa ini dilakukan untuk berbagai tujuan, antara lain:
1) Mematahkan dormansi
Beberapa spesies tanaman memiliki masa dormansi yang panjang, misalnya cherry, hazel nut, dll. Selain itu ada juga beberapa jenis tanaman yang bisa menghasilkan biji namun tidak dapat dikecambahkan secara normal di alam misalnya Musa balbislana. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka biji tanaman ini dapat dikecambahkan secara invitro. Dormansi fisik dapat dipatahkan dengan cara mengisolasi embrio dari biji lalu mengecambahkannya, sedangkan dormansi fisiologis dapat dipecahkan dengan perlakuan kimia seperti penambahan giberellin (GA3) ke dalam media kultur.
2) Perkecambahan dari tanaman yang memerlukan bantuan/ parasit
Tanaman anggrek merupakan salah satu contoh tanaman yang bijinya sangat sulit berkecambah di alam. Biji anggrek sangat kecil dan memiliki endosperm yang sangat miskin sehingga tidak bisa mendukung perkecambahan bijinya. Di alam, proses perkecambahan anggrek teresterrial (tanah) diawali dengan simbiosis antara biji anggrek dengan jamur (mycorrizha) dimana hifa jamur akan menembus kulit biji dan mensuplai makanan bagi biji anggrek. Tanpa simbiosa ini, biji anggrek tidak memperoleh cukup bahan makanan untuk perkecambahannya disebabkan karena endospermnya yang sangat kecil. Meskipun anggrek epiphyt tidak memerlukan simbiosa ini, namun biji anggrek epiphyt juga memiliki endosperm yang amat sangat kecil sehingga sulit berkecambah secara alamiah. Dengan teknik kultur jaringan (embryo culture), biji anggrek dikecambahkan secara invitro sehingga dewasa ini bisa diperoleh bibit anggrek dengan mudah. Produksi bibit anggrek dewasa ini merupakan industri yang berkembang sangat pesat dan menguntungkan. Teknik ini biasanya didahului dengan persilangan untuk memperoleh silangan-silangan. Dalam setahun, ribuan silangan baru anggrek bisa diperoleh. Masing-masing nursery biasanya memiliki pohon induk dengan keunggulan yang berbeda sehingga dihasilkan beragam varietas baru dengan bentuk dan warna bunga yang beragam.
3) Memperpendek siklus pemuliaan tanaman
Dormansi biji dapat mengambat program pemuliaan tanaman. Pemecahan dormansi dengan kultur embrio (embryo culture) merupakan salah satu upaya untuk mempercepat perkecambahan biji hasil pemuliaan tanaman sehingga bisa mempercepat proses pemuliaan tanaman.
4) Produksi tanaman haploid lewat penyelamatan embrio hasil persilangan antar jenis tertentu
Salah satu cara yang dilakukan untuk memperoleh tanaman haploid adalah silangan antar spesies tertentu. Contohnya adalah persilangan antara Hordeum vulgare dengan H. bulbosum. Setelah penyilangan yang kemudian diikuti oleh pembuahan, kromosom H. bulbosum tereliminasi sehingga hanya kromosom H. bulbosum yang terekspresi, sehingga dapat dihasilkan biji haploid dari silangan ini. Sayangnya persilangan ini mengakibatkan embrio gugur (buah gugur) sebelum buah tersebut dewasa. Hasil silangan ini (buah haploid) tidak akan dapat diperoleh apabila buah muda tersebut tidak diselamatkan dengan cara memanennya sebelum gugur lalu mengecambahkan embrio muda (teknik embryo rescue) ini secara invitro.
5) Mencegah gugurnya buah (embrio) pada buah
Gugurnya buah sebelum buah tersebut dewasa sangat umum ditemukan pada persilangan. Berbagai macam faktor dapat menyebabkan buah tersebut gugur sebelum masak. Pada persilangan buah-buah batu, transportasi air dan hasil fotosintesa dari daun dan batang ke buah terhambat sehingga mengakibatkan terbentuknya lapisan absisi pada tangkai buah. Akibatnya buah tidak memperoleh nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangannya sehingga buah dengan embrio yang terbentuk gugur sebelum dewasa. Teknik embryo rescue umumnya dilakukan untuk menyelamatkan hasil silangan ini dengan cara memanen buah muda hasil persilangan sebelum buah gugur kemudian mengecambahkannya secara invitro.

6) Mencegah kehilangan biji setelah persilangan (interspesific)
Persilangan antar varietas tanaman dalam satu spesies seringkali menghasilkan buah dengan endosperm yang miskin atau embrio lemah dan berukuran kecil. Biji-biji dengan kondisi demikian seringkali sulit sekali atau tidak bisa dikecambahkan dalam kondisi normal. Teknik kultur embrio dapat digunakan untuk membantu perkecambahannya. Hal ini telah dilakukan pada tomat, padi, barley, dan phaseolus.
7) Perbanyakan vegetatif
Embrio dapat digunakan sebagai bahan dasar perbanyakan vegetatif seperti misalnya pada Poaceae dan paku-pakuan (menggunakan spora).

2.2 Aplikasi Teknik Kultur Jaringan
Saat ini teknik kultur jaringan digunakan bukan hanya sebagai sarana untuk mempelajari aspek-aspek fisiologi dan biokimia tanaman saja. Akan tetapi sudah berkembang menjadi metoda untuk berbagai tujuan seperti:
a. Mikropropagasi (Perbanyakan tanaman secara mikro)
 Teknik kultur jaringan telah digunakan dalam membantu produksi tanaman dalam skala besar melalui mikropropagasi atau perbanyakan klonal dari berbagai jenis tanaman. Jaringan tanaman dalam jumlah yang sedikit dapat menghasilkan ratusan atau ribuan tanaman secara terus menerus. Teknik ini telah digunakan dalam skala industri di berbagai negara untuk memproduksi secara komersial berbagai jenis tanaman seperti tanaman hias (anggrek, bunga potong, dll.), tanaman buah-buahan (seperti pisang), tanaman industri dan kehutanan (kopi, jati, dll). Dengan menggunakan metoda kultur jaringan, jutaan tanaman dengan sifat genetis yang sama dapat diperoleh hanya dengan berasal dari satu mata tunas. Oleh karena itu metoda ini menjadi salah satu alternatif dalam perbanayakan tanaman secara vegetatif.
b. Perbaikan tanaman
 Seperti telah diketahui bahwa dalam usaha perbaikan tanaman melalui metoda pemuliaan secara konvensional untuk mendapatkan suatu galur murni akan memerlukan enam atau tujuh generasi hasil penyerbukan sendiri maupun persilangan. Melalui teknik kultur jaringan, antara lain dengan cara memproduksi tanaman haploid melalui kultur polen, antera atau ovari yang diikuti dengan penggandaan kromosom, akan mempersingkat waktu untuk mendapatkan tanaman yang homozigot.
c. Produksi tanaman yang bebas penyakit (virus)
 Teknologi kultur jaringan telah memberikan kontribusinya dalam mendapatkan tanaman yang bebas dari virus. Pada tanaman yang telah terinfeksi virus, sel-sel pada tunas ujung (meristem) merupakan daerah yang tidak terinfeksi virus. Dengan cara mengkulturkan bagian meristem pada media kultur yang cocok akan diperoleh tanaman yang bebas virus. Teknik ini telah banyak digunakan dalam memproduksi berbagai tanaman hortkultura yang bebas penyakit.
d. Transformasi genetik
 Teknik kultur jaringan telah menjadi bagian penting dalam membantu keberhasilan rekayasa genetika tanaman (transfer gen). Sebagai contoh transfer gen bakteri (seperti gen cry dari Bacillus thuringensis) kedalam sel tanaman akan terekspresi setelah regenerasi tanaman transgeniknya tercapai.
e. Produksi senyawa metabolit sekunder
 Kultur sel-sel tanaman juga dapat digunakan untuk memproduksi senyawa biokimia (metabolit sekunder) seperti alkaloid, terpenoid, phenyl propanoid dll. Teknologi ini sekarang sudah tersedia dalam skala industri. Sebagai contoh produksi secara komersial senyawa “shikonin” dari kultur sel Lithospermum erythrorhizon.

2.3 Sejarah Kultur Jaringan Tanaman
 Penggunaan teknik kultur jaringan dimulai oleh Gottlieb Haberlandt pada tahun 1902 dalam usahanya mengkulturkan sel-sel rambut dari jaringan mesofil daun tanaman monokotil. Akan tetapi usahanya gagal karena sel-sel tersebut tidak mengalami pembelahan. Diduga kegagalannya itu karena tidak digunakannya zat pengatur tumbuh yang diperlukan untuk pembelahan sel, proliferasi dan induksi embrio. Pada tahun 1904, Hannig melakukan penanaman embrio yang diisolasi dari beberapa tanaman crucifers. Tahun 1922, secara terpisah Knudson dan Robbin masing-masing melakukan usaha penanaman benih anggrek dan kultur ujung akar.
Setelah tahun 1920-an penemuan dan perkembangan teknik kultur jaringan terus berlanjut. Berikut tabel yang menunjukkan sejarah perkembangan bidang kultur jaringan tanaman yang diadaptasi dari berbagai sumber.
Berikut adalah penemuan-penemuan penting dalam sejarah kultur jaringan :
1838 Schleiden & Schwann mengemukakan teori Totipotensi
1902 Haberlandt:: Orang pertama yang mencoba mengisolasi dan mengkulturkan jaringan tanaman monokotil, tetapi gagal
1922 Knudson: mengecambahkan biji anggrek
1924 Blumenthal & Meyer: Pembentukan kalus dari eksplan akar wortel
1929 Laibach & Hered: Kultur embrio untuk mengatasi inkompatibilitas pada tanaman Linum spp.
1934 - Gautheret: Kultur in vitro dari jaringan kambium tanaman berkayu dan perdu, tetapi gagal.
-           White: Keberhasilan kultur akar tomat dalam waktu yang panjang
-          Kogl et.al. : Identifikasi hormon tanaman pertama, IAA, untuk pemanjangan sel.
1936 LaRue: Kultur embrio pada beberapa tanaman gymnospermae
1939 Gautheret: Berhasil menumbuhkan kultur kambium tanaman wortel dan tembakau
1941 Overbeek: Penggunaan air kelapa untuk menumbuhkam kultur embrio muda tanaman Datura
1944 Kultur in vitro pertama dari tanaman tembakau untuk studi pembentukan tunas adventif
1948 Skoog dan Tsui: Pembentukan tunas dan akar adventif dari tembakau
1949 Nitsch: Kultur in vitro tanaman buah-buahan
1952            el & Martin:
-          Kultur meristem untuk mendapatkan tanaman Dahlia yang bebas virus
-          Keberhasilan pertama micro-grafting
1953 Tulecke: Kalus haploid dari polen tanaman Ginkgo biloba
1955 Miller: Penemuan struktur dan sintesa dari kinetin
1957 Skoog & Miller: Menemuan bahwa pembentukan akar dan tunas dalam kultur tergatung pada perbandingan auksin : sitokinin
1958             
-          Maheswari & Rangaswamy: Regenerasi embrio somatik dari nuselus ovul Citrus
-          Reinert & Steward: Pertumbuhan dan perkembangan kultur suspensi wortel
1959             
-          Cocking: Degradasi enzimatik dinding sel untuk mendapatkan protoplas
-          Morel: Perbanyakan vegetatif anggrek melalui kultur meristem
1962 Murashige & Skoog: Perkembangan media MS
1964 Guha & Maheswari: Penemuan tanaman haploid pertama melalui androgenesis tanaman Datura
1969 Erickson & Jonassen: Isolasi protoplas dari suspensi sel Hapopappus
1970 Power: Fusi protoplas
1960  Chilton: Keberhasilan integrasi T-DNA pada tanaman
1961  Noguchi dkk.: Penanaman sel-sel tembakau dalam bioreaktor berkapasitas 20 000 L.
1962  Melchers dkk.: Hibridisasi somatik antara tanaman tomat dan kentang
1963  Tabata dkk.: Produksi shikonin pada skala industri melalui kultur sel
1982 Zimmermann: Fusi protoplas secara elektrik (Electrofusion)
1983 Mitsui Petrochemicals: Produksi metabolit sekunder pertama dalam skala industri melalui kultur suspensi pada tanaman Lithospermum spp.
1985-1990 Perkembangan transfer gen pada tanaman berkembang cepat, seperti penggunaan Agrobacterium, particle bombardment (gen gun), electroporasi, mikroinjeksi.
BAB III
ISI

3.1 Kultur Embrio
Pada program pemuliaan tanaman, biasanya dilakukan persilangan buatan antara tanaman induk (P) untuk menghasilkan hibrid baru. Persilangan buatan lebih mudah berhasil bila dilakukan antar tanaman dengan hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan, seringkali penyilangan dilakukan dengan tanaman liar atau bahkan persilangan dengan varietas yang berbeda bila sifat-sifat tersebut tidak terdapat pada kerabat dekatnya.
Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun setelah persilangan buatan seringkali dijumpai permasalahan antara lain buah yang terbentuk gugur saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat diselamatkan dan ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio muda ini dikenal dengan sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue).
Selain teknik penyelamatan embrio ini dikenal juga teknik kultur embrio (embryo culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis. Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi untuk mempercepat program pemuliaan serta perbanyakan tanaman yang sulit berkecambah secara alami, misalnya anggrek.
Embryo Culture atau kultur embrio adalah isolasi steril dari embrio muda (immature embryo) atau embrio dewasa/tua (mature embryo) secara invitro dengan tujuan untuk memperoleh tanaman yang lengkap. Embrio culture adalah salah satu teknik kultur jaringan yang pertama kali berhasil, sejarahnya:
1. Tahun 1904, seorang ilmuwan bernama Hanning berhasil memperoleh tanaman sempurna dari embryo Cruciferae yang diisolasi secara invitro
2. Tahun 1924 adalah saat pertama kali dilakukan penelitian untuk memecahkan masalah dormansi biji secara invitro pada embrio Linum
3. Tahun 1933 Tuckey berhasil memperoleh tanaman dari immature embryo buah batu.

Kultur embrio berguna dalam menolong embrio hasil persilangan seksual antara spesies atau genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal karena embrio hibridanya mengalami keguguran. Kultur embrio telah digunakan untuk menghasilkan hibrida untuk beberapa spesies tanaman. Media kultur embrio mencakup garam-garam anorganik, sukrosa, vitamin, asam amino, hormon, dan substansi yang secara nutrisi tidak terjelaskan seperti santan kelapa. Embrio yang lebih muda membutuhkan media yang lebih kompleks dibandingkan dengan embrio yang lebih tua. Perpindahan embrio dari lingkungan normal dalam biji akan mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus (Nasir, 2002).
Kultur embrio belum matang yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam beberapa hal, incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio adalah untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat serangan hama dan penyakit (http://www.fp.unud.ac.id, 2010).
Proses perkecambahan pada kultur embrio dimulai dari Benih menyerap air melalui testa, Embrio mengalami imbibisi, membengkak, pembelahan sel dimulai, dan embrio menembus kulit biji, Protocorm terbentuk dari massa embrio, Diferensiasi organ dimulai dg pembentukan meristem tunas & rhizoid, Jika ada cahaya, daun terbentuk, diikuti oleh akar sejati. Rhizoid & protocorm tidak berfungsi lagi dan terdegenerasi (Slater et.al., 2003).
Faktor yang mempengaruhi kesuksesan kultur embrio adalah (Zulkarnain, 2009) :
·         Genotipe : Pada suatu spesies, embrio mudah diisolasi dan tumbuh, sementara tanaman lain susah
·         Tahap (stage) embrio diisolasi The bigger the better
·         Kondisi tumbuh tanaman Inang : Sebaiknya ditumbuhkan di rumah kaca/ kondisi terkontrol. Embrio mesti cukup besar dan berkualitas tinggi
Kondisi media kultur embrio harus diperhatikan, seperti Hara makro dan mikro, Ph 5.0 – 6.0, Sukrosa sbg sumber energi. Embrio belum matang perlu 8 – 12%, matang perlu 3%, Auksin dan sitokinin tidak diperlukan. GA untuk memecahkan dormansi, Vitamin (optional), Senyawa organik (opt), air kelapa, casein hydrolisate, glutamin (penting) (Luri, 2009).
Kultur embrio adalah kultur jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa embrio tanaman. Embrio tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan kalus dari embrio yang digunakan. Embrio diharapkan tetap mempertahankan integritasnya dan tumbuh menjadi tanaman. Kultur embrio ditujukan untuk membantu perkecambahan embrio menjadi tanaman lengkap (George and Sherrington, 1984).
Embrio yang dikulturkan harus berada dalam kondisi Menunjukkan masa dormansi yang panjang, Embrio hibrida hasil penyilangan interspesifik yang tidak kompatibel dengan endospermnya, Embrio dengan endosperm yang rusak seperti kelapa kopyor, Embrio tanpa endosperm seperti pada anggrek. 2 macam kultur embrio: Kultur embrio yg belum matang, utk mencegah keguguran : embryo rescue, Kultur embrio matang, utk merangsang perkecambahan : embryo culture. Isolasi secara steril embrio matang ataupun belum matang, dengan tujuan memperoleh tanaman yang viabel (Wetter dan Constabel, 1991).
Kondisi Lingkungan kultur embrio yaitu memerlukan Oksigen (perlu oksigen tinggi), Cahaya : kadang embrio perlu ditumbuhkan dalam gelap selama 14 hari, kemudian ditransfer ke cahaya untuk merangsang sintesa klorofil, Suhu : kadang perlu perlakuan dingin (vernalisasi, 4oC) untuk memecah dormansi (Sugito dan Nugroho, 2004).
3.2 Teknik Kultur Embrio

Program pemuliaan tanaman, biasanya dilakukan persilangan buatan antara tanaman induk (P) untuk menghasilkan hibrid baru. Persilangan buatan lebih mudah berhasil bila dilakukan antar tanaman dengan hubungan kekerabatan yang dekat. Agar memperoleh sifat-sifat yang diinginkan, seringkali penyilangan dilakukan dengan tanaman liar atau bahkan persilangan dengan varietas yang berbeda bila sifat-sifat tersebut tidak terdapat pada kerabat dekatnya. Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun setelah persilangan buatan seringkali dijumpai permasalahan antara lain buah yang terbentuk gugur saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa. Mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat diselamatkan danditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah danmenghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio muda ini dikenal dengan sebutan
penyelamatan embrio (embryo rescue).
Selain teknik penyelamatan embrio inidikenal juga teknik  kultur embrio (embryo culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis. Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi untuk mempercepat program pemuliaan serta perbanyakantanaman yang sulit berkecambah secara alami, misalnya anggrek, kedelai, pepaya, kacang tanah dan kelapa kopyor. Embryo Culture atau kultur embrio adalah isolasi steril dari embrio muda( immature embryo) atau embrio dewasa/tua ( mature embryo) secara in-vitro dengan tujuan untuk memperoleh tanaman yang lengkap atau viabel. Kultur embryo dapat dikatakan sebagai kultur biji (seed kultur) yaitu kultur yang bahan tanamnnya menggunakan biji atau seedling. Kultur embryo dapat dilakukan untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat serangan hama dan penyakit, penyelamatan embryo yang belum matang dan menumbuhkannya pada media kultur yangsesuai. Berdasarkan tujuan dan jenis embrio yang dikulurkan, kultur embrio digolongkan menjadi:


  1. Kultur Embrio Muda (Immature Embryo Culture)

Tujuan mengkulturkan embrio muda ini adalah menanam embrio yang terdapat pada buah muda sebelum buah tersebut gugur (mencegah kerusakan embrio akibat buahgugur) sehingga teknik ini disebut sebagai Embryo Rescue (Penyelamatan Embrio).Kondisi seperti ini biasanya sering dijumpai pada buah hasil persilangan, dimana absisi buah kerap kali dijumpai setelah penyerbukan dan pembuahan. Contohnya adalah pada persilangan anggrek Vanda spathulata dimana absisi atau gugur buah pada saat buahmasih muda yaitu setelah berumur 3 bulan setelah persilangan padahal buah anggrek

Vanda spp. akan mengalami masak penuh setelah berumur 6 bulan. Apabila buah initidak diselamatkan atau dipetik dan kemudian dikecambahkan maka tidak akan diperoleh buah hasil persilangan. Perkecambahan biji yang masih muda di lapangan sangat sulit bahkan pada beberapa kasus hampir tidak mungkin bisa terjadi. Oleh karena itu, buahyang belum tua (2 – 4 bulan) pada anggrek Vanda tersebut kemudian dipanen dandikecambahkan secara in-vitro.Budidaya embrio muda ini lebih sulit dibandingkan dengan budidaya embrio yangtelah dewasa. Embrio yang terdapat dalam biji belum sepenuhnya berkembang dan belummembentuk radicula dan plumula yang sempurna. Selain itu, biji velum memilikiendosperm atau cadangan makanan yang memadai dalam mendukung perkembangan dan perkecambahan embrio. Oleh karena itu, perlu disediakan media kultur yang memadai bagi perkembangan embrio muda ini. Pada beberapa kasus kadangkala dijumpai embriomasih dorman sehingga perlu ditambahkan hormon tanaman yang bisa memecahkandormansi biji ini, misalnya Giberellin.

  1. Kultur Embryo Dewasa (Mature Embryo Culture)

Kultur embrio dewasa dilakukan dengan membudidayakan embrio yang telahdewasa. Embrio ini diambil dari buah yang telah masak penuh dengan tujuan merangsang perkecambahan dan menumbuhkan embrio tersebut secara in-vitro. Teknik kultur iniumumnya dikenal dengan sebutan Kultur Embrio (Embryo Culture). Kultur embrio lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penyelamatan embrio. Hal ini disebabkan karena embrio yang ditanam adalah embrio yang telah berkembang sempurna sehingga media tanaman yang digunakan juga sangat sederhana.

3.3  Faktor yang Mempengaruhi Teknik Kultur Embrio

Faktor yang mempengaruhu kesuksesan kultur embrio adalah:

1.Genotipe
Pada suatu spesies, embrio mudah diisolasi dan tumbuh, sementara pada tanaman lain agak lebih susah.
2.Tahap (stage) embrio diisolasi
Pada tahapan yang lebih besar (lebih tinggi) lebih baik bila dilakukan pengisolasian embrio.
3.Kondisi tumbuhan
Sebaiknya ditumbuhkan di rumah kaca/ kondisi terkontrol. Embrio harus cukup besar dan berkualitas tinggi.
4.Kondisi media
·         Hara makro dan mikro
·   pH 5.0 – 6.0c. Sukrosa sebagai sumber energi. Embrio yang belum matang perlu 8– 12%,embrio matang perlu 3%
·   Auksin dan sitokinin tidak diperlukan. GA diperlukan untuk memecahkan dormansi
·         Vitamin (optional)
·         Senyawa organik (opt), air kelapa, casein hydrolisate, glutamin (penting)

5.Lingkungan
·         Oksigen (perlu oksigen tinggi)
·   Cahaya : kadang embrio perlu ditumbuhkan dalam gelap selama 14 hari,kemudian ditransfer ke cahaya untuk merangsang sintesa klorofil
·   Suhu : kadang perlu perlakuan dingin (vernalisasi, 40°C) untuk memecah dormansi





















BAB V
DAFTAR PUSTAKA


e-book: Embryo Rescue Techniques - EDITION OF SBW INTERNATIONAL BV

George and Sherrington, 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Ltd. England.

http://www.fp.unud.ac.id/biotek

Luri, S. 2009. Diakses dari http://kultur-jaringan.blogspot.com tanggal 7 Maret 2011.

Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Slater, A., N. Scott. & M. Fowler. 2003. Plant Biotechnology. Oxford university Press, inc, New York.

Sugito, H dan A. Nugroho, 2004. Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya, Yogyakarta.

Wetter, L. R. dan F. Constabel, 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. ITB Press. Bandung.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.











0 komentar: