Cara-Cara Mematahkan Dormansi



BAB I
PENDAHULUAN

            Biji merupakan komponen vital dari diet dunia. Biji gandum sendiri, yang mana terdiri dari 90% semua biji yang dibudidayakan. Perkecambahan termasuk proses dimana dimulainya dengan proses imbibisi air oleh dorman, biasanya kering, biji dan berakhir dengan proses elongasi dari axis embrionik (H. Lambers et al., 2008). Biji memiliki cadangan makanan yang membuatnya independen secara luas dari sumber daya lingkungan untuk bertahan hidup. Perubahan drastis tersebut dalam proses autotropik yang bergantung kepada suplai cahaya, CO2, air dan nutrisi anorganik dari sekelilingnya untuk pertumbuhan autotropik. Perkecambahan adalah proses ketika bagian dari embrio, biasanya radikula, memasuki kulit biji dan mungkin berproses dengan air dan O2 dan pada temperatur yang stabil.
            Dormansi didefinisikan sebagai keadaan dari biji dimana tidak memperbolehkan terjadinya perkecambahan, walaupun kondisi untuk berkecambah sudah terpenuhi (Tempertur, air dan O2). Dormansi secar efektif menunda proses perkecambahan. Keadaan diperlukan untuk memecah dormansi dan mengijinkan permintaan akan perkecambahan sering agak berbeda dari yang keadaan yang menguntungkan untuk tumbuh atau bertahan hidup dari tingkat kehidupan autotropik dari tanaman (H. Lambers et al., 2008). Proses Perkecambahan Biji (Jann dan Amen dalam Khan, 1934)
1. Penyerapan air * Masuk air secara imbibisi dan osmosis * Kulit biji * Pengembangan embrio dan endosperm * Kulit biji pecah, radikal keluar
2. Pencernaan Merupakan proses terjadinya pemecahan zat atau senyawa bermolekul besar dan kompleks menjadi senyawa bermolekul lebih kecil, sederhana, larut dalam air dan dapat diangkut melalui membran dan dinding sel. Makanan cadangan utama pada biji yaitu pati, hemiselulosa, lemak, protein: * tidak larut dalam air atau berupa senyawa koloid * terdapat dalam jumlah besar pada endosperm dan kotiledon * merupakan senyawa kompleks bermolekul besar * tidak dapat diangkut (immobile) ke daerah yang memerlukan embrionikaksis Proses pencenaan dibantu oleh enzim * senyawa organik yang diproduksi oleh sel hidup * berupa protein * merupakan katalisator organik * fungsi pokok: * enzim amilase merubah pati dan hemiselulosa menjadi gula * enzim protease merubah protein menjadi asam amino * enzim lipase merubah lemak menjadi asam lemak dan gliserin * aktivasi enzim dilakukan oleh air setelah terjadinya imbibisi * enzim yang telah diaktivasi masuk ke dalam endosperm atau kotiledon untuk mencerna cadangan makanan
3. Pengangkutan zat makanan Hasil pencernaan diangkut dari jaringan penyimpanan makanan menuju titik-titik tumbuh pada embrionik axis, radicle dan plumulae. Biji belum punya jaringan pengangkut, sehingga pengangkutan dilakukan secara difusi atau osmosis dari satu sel hidup ke sel hidup lainnya
4. Asimilasi Merupakan tahapan terakhir dalam penggunaan cadangan makanan. Merupakan proses pembangunan kembali, misalnya protein yang sudah dirombak menjadi asam amino disusun kembali menjadi protein baru. Tenaga atau energi berasal dari proses pernapasan
5. Pernafasan (Respirasi) Merupakan proses perombakan makanan (karbohidrat) menjadi senyawa lebih sederhana dengan membebaskan sejumlah tenaga. Pertama kali terjadi pada embrionik axis setelah cadangan habis baru beralih ke endosperm atau kotiledon. Aktivasi respirasi tertinggi adalah pada saat radicle menembus kulit.
6. Pertumbuhan Ada dua bentuk pertumbuhan embrionik axis: Pembesaran sel-sel yang sudah ada, Pembentukan sel-sel yang baru pada titik-titik tumbuh Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio.
            Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya. a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi * Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. * Imnate dormancy (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ biji itu sendiri. b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji Mekanisme fisik Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri, terbagi menjadi: * Mekanis: embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik * Fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel * Kimia: bagian biji atau buah yang mengandung zat kimia penghambat Mekanisme fisiologis Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis, terbagi menjadi: * Photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya * Immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang * Termodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu c. Berdasarkan bentuk dormansi Kulit biji immpermeabel terhadap air (O2) * Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nukleos, pericarp, endocarp. * Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran. * Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skrifikasi mekanisme. * Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole, adapun mekanisme higroskopinya diatur oleh hilum. * Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji.
            Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat. Dalam bergbagai program produksi, kesiapan dari biji untuk berkecambah. Dormansi biji adalah fenomena alami untuk bertahan hidup pada semak di dalam ekosistem yang tak terganggu.Biji mungkin memerlukan tipe berbeda dari perlakuan untuk merusak dormansi biji dan membuat biji lebih siap berkecambah dalam musim mendatang. Dormansi biji merusak perlakuan dapat diberikan pada biji yang berdasar tipe dan empat dari dormansi biji (Shanmugavalli, M; Renganayaki, PR; Menaka, C,).



























BAB II
ISI

2.1 Pengertian Dormansi Benih
            Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.

2.2 Tipe Dormansi
            Beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis.
1. Dormansi Fisik
            Tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
            a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
            Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
            b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
            Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus, dll ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit biji.
            c. Adanya zat penghambat
            Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling sering dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.
2. Dormansi fisiologis (embrio)
            Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah.
2.3 Cara-Cara Mematahkan Dormansi Benih
1. Perlakuan Mekanis
            a. Skarifiaksi
            Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas empelas, melubangi kulit biji dengan pisau, perlaukan impaction (gocangan) untuk benih-benih yang memiliki sumber gabus. Dimana semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
            b. Tekanan
            Benis-benih dari sweet clover (Melilotus alba) dan alfafa (Medicago sativa) setelah diberi perlakuan dengan tekanan hidraulik 2000 atm pada 180C selama 5-20 menit ternyata perkecambahannya meningkat sebesar 50-200%. Efek tekanan terlihat setelah benih-benih tersebut dikeringkan dan disimpan, tidak diragukan lagi perbaikan perkecambahan terjadi disebabkan oleh perubahan permeabilitas kulit biji terhadap air.
2. Perlakuan Kimia
            Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Bahan kimia lain yang juga sering digunakan adalah: potassium hydroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat, dan thiourea. Disamping itu dapat pula digunakan hormon tumbuh untuk memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah : cytokinin, gibberellin dan auxin.
3. Perlakuan Perendaman dengan Air
            Beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Prosedur yang umum digunakan adalah sebagai berikut : air dipanaskan sampai 1800 – 2000F, benih dimasukkan ke dalam air panas tersebut dan biarkan sampai menjadi dingin, selama beberapa waktu.
4. Perlakuan Pemberian Temperatur Tertentu
            a. Stratifikasi
            Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan.Benih-Benih yang memerlukan stratifikasi selama waktu tertentu sebelum tanam yaitu : apel, anggur, pear, peach, pinus, rosa, strawberry, oak, cherry, dan lain-lain. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman.
            Temperatur tinggi jarang digunakan untuk memecahkan dormansi benih, kecuali baru kelapa sawit. Biasanya temperatur tinggi malah meningkatkan dormansi benih daripada memperbaiki perkecambahnnya.
            b. Perlakuan dengan Temperatur Tinggi dan Rendah
            Keadaan dormansi pada beberapa benih dapat diatasi dengan pemberian efek dari temperatur rendah dan agak tinggi. Tetapi temperatur ekstrim dari perlakuan ini tidak boleh berbeda lebuh dari 100 atau 200C , pada umumnya berada diatas dari titik beku.
5. Perlakuan dengan Cahaya
            Cahaya tidak hanya mempengaruhi persentase perkecambahan benih, tetapi juga laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari
2.5 Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatmentskarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
            Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor  penyebab dormansi
-                Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
-                Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme fisik
            Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
-        mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
-        fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable
-        kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekanisme fisiologis
            Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
-        photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
-        immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
-        thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
-        Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
-        Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
-        Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
-        Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
-        Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
-        Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
-        Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon(melinjo)
-        Embrio belum terdiferensiasi
-        Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
            Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit.
Biji membutuhkan suhu rendah
            Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
2.6 Ciri-Ciri Biji Dormansi
            Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
-        jika kulit dikupas, embrio tumbuh
-        embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
-        embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
-        perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
-        akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
            Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic(perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifatnegatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Penyebab terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalahmutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif). Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperiodisitas
            Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
-        Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
-        Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
-        Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
            Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
            Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Teknik Pematahan Dormansi Biji
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Schmidt, 2000). Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun chemis. Hartmann (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya.

Tipe dormansi
Karakteristik
Contoh spesies
Metode pematahan dormansi
Alami
Buatan
Immature embryo
Benih secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun biji sudah masak
Fraxinus excelcior, Ginkgo biloba, Gnetum gnemon
Pematangan secara alami setelah biji disebarkan
Melanjutkan proses fisiologis pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak (after-ripening)
Dormansi mekanis
Perkembangan embryo secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras
Pterocarpus, Terminalia spp, Melia volkensii
Dekomposisi bertahap pada struktur yang keras
Peretakan mekanis
Dormansi fisis
Imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeabel
Beberapa Legum & Myrtaceae
Fluktuasi suhu
Skarifikasi mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia
Dormansi chemis
Buah atau biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat perkecambahan
Buah fleshy (berdaging)
Pencucian (leaching) oleh air, dekomposisi bertahap pada jaringan buah
Menghilangkan jaringan buah dan mencuci bijinya dengan air
Foto
dormansi
Biji gagal berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme biokimia fitokrom
Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer tropika humida seperti eucalyptus dan Spathodea
Pencahayaan
Pencahayaan
Thermo
dormansi
Perkecambahan rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu
Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer daerah tropis-subtropis kering, tumbuhan pioneer tropika humida
Penempatan pada suhu rendah di musim dingin
Pembakaran
Pemberian suhu yang berfluktuasi
Stratifikasi atau pemberian perlakuan suhu rendah
Pemberian suhu tinggi
Pemberian suhu berfluktuasi




2.7 Penyebab Terjadinya Dormansi
            Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh :
-        Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air.
-        Proses respirasi tertekan / terhambat.
-        Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
-        Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
            Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
            Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu :
-        Innate dormansi (dormansi primer)
-        Induced dormansi (dormansi sekunder)
-        Enforced dormansi
            Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
-        Dormansi Fisik, dan
-        Dormansi Fisiologis
            Dormansi Fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji.
           


Beberapa penyebab dormansi fisik adalah :
-        Impermeabilitas kulit biji terhadap air
            Benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai "Benih keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.
-        Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
            Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera.
-        Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
            Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat.
            Dormansi Fisiologis, dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat maupun perangsang tumbuh
            Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
-        Immaturity Embrio
            Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembapan tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
-        After ripening
            Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan membutuhkan jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.
-        Dormansi Sekunder
            Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.
            Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.
-        Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio.
            Dormansi ini dapat disebabkan oleh hadirnya zat penghambat perkecambahan dalam embrio. Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman antara lain : Ammonia, Abcisic acid, Benzoic acid, Ethylene, Alkaloid, Alkaloids Lactone (Counamin) dll.
            Counamin diketahui menghambat kerja enzim-enzim penting dalam perkecambahan seperti Alfa dan Beta amilase.
            Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan fisiologis adalah kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai contoh adalah dormansi yang disebabkan oleh kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji indebiscent yang membatasi masuknya O2 dan keperluan akan perlakuan chilling.
Cara praktis memecahkan dormansi pada benih tanaman pangan.
            Untuk mengetahui dan membedakan/memisahkan apakah suatu benih yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh/kecambah benih yang dormansi adalah bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat.
Ada beberapa cara yang telah diketahui adalah :
-        Dengan perlakuan mekanis.
            Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi. Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus.
            Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
-        Dengan perlakuan kimia.
            Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam. Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit. Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM.
            Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).
-        Perlakuan perendaman dengan air.
            Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 - 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan.
-        Perlakuan dengan suhu.
            Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembap (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
-        Perlakuan dengan cahaya.
            Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.
2.8 Perlakuan Biji Setelah Dormansi
            Perkecambahan suatu biji yang telah mengalami kematangan baru akan berlangsung setelah masa dormasi terlewati, yaitu suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau istirahat, merupakan kondisi yang berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan. Perkecambahan tidak terlepas pula dari faktor – faktor lingkungan (Harjadi, 1986).
            Secara umum dormansi biji dapat dipatahkan dengan semua metode meskipun banyak terjadi kontaminasi terhadap biji dan tanaman yang menyebabkan tumbuhan tidak survive. Hal ini sesuai dengan literatur (Kartasapoetra ,2003) yang menyatakan bahwa dormansi dapat diatasi dengan melakukan pemarutan atau penggoresan yaitu dengan menghaluskan kulit benih agar dapat dilalui air dan udara.
            Perkecambahan meliputi peristiwa-peristiwa fisiologis dan morfologis berikut: imbibisi dan absorbsi air, hidrasi jaringan, absorbsi oksigen, pengaktifan enzim, transfor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio, peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi pembelahan dan pembesaran sel serta munculnya embrio (Kurniawati, 2009).
            Ontogeni perkecambahan meliputi dua fase metabolik yang berbeda, yaitu : hidrolisis secara enzimatik terhadap cadangan makanan yang disimpan dan disintesis jaringan baru dari senyawa yang dihidrolisis (yaitu dari gula, asam amino, asam lemak, dan mineral yang dibebaskan) (Harjadi, 1986).
            Menurut Goldsworthy (2002) ternyata didalam bijian berkecambah terdapat beberapa enzim antara lain; alfa amilase, lipase, peptida hidrolase, amilolitik, protease, isositrat liase, ß-manase, alfa galaktosidase, aminoliase, dan nitrat reduktase.




BAB III
KESIMPULAN
            Perlakuan fisik dan kimia dapat mematahkan dormansi biji.  Perlakuan natural yaitu dengan memberikan air sebagai pematah dormansi memberikan hasil yang terbaik, karena selain dapat mematahkan dormansi biji, perlakuan alami ini tidak merubah struktur biji sehingga menghindarkankan dari pengaruh luar lingkungan seperti kontaminasi oleh jamur.




















DAFTAR PUSTAKA
Goldsworthy, P. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Universitas GadjahMada. Yogyakarta
Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Hartmann, H.T. dan Dale E.K. 1975 .Plant Propagation Principles and Practices.Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Justice, O.L dan L.N. Bass., 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali Press, Jakarta
Kartasapoetra, A.G., 2003. Teknologi Benih. Rineka Cipta, Jakarta
Lakitan, B. 1993.Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta
Mayer, A. M. dan A. P. Mayber. 1963. The Germination of Seeds. Pergawon Press,Jerussalem.
Mugnisjah, W.Q., A. Setiawan, Suwarto, C. Santiwa., 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih.PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Sadjad, S., 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta
Salisbury, F.B., dan C.W. Ross., 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press, Bandung
Vallejos, et al.    Water relationships of castor bean (Ricinus communis L.) seeds related to final seed dry weight and physiological maturity. European Journal of Agronomy

0 komentar: