MAKALAH TERJEMAH ALQURAN

Kata Pengantar
Assalamu’alaikum wr wb       
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan kekuatan lahir batin sehinngga usaha untuk membuat makalah ini dapat terselesaikan. Dengan tersusunnya makalah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya. Akhirnya hanya kepada Allah, semoga makalah ini bermanfaat serta menjadi bagian dari amal sholeh dan semoga Allah membalas semua pihak yang telah membantu dengan balasan yang sebaik – baiknya. Fiddunnya wal  akhirat. Amin
Wassalamu’alaikum wr wb


Pontinak, 31 Oktober 2010
Ttd

Penyusun










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………....................…………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………….....……………............………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ………..……………………….................……………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mengapa Al-Quran Berbahasa Arab................................................................................... 5
2.2 Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an  .........................................……………... 7
2.3 MUSYTARAK  …….....................….....................................……………....................… 7
2.4 Sebab sebab yang menyebabkan lafazh menjadi musytarak .............................................. 8
2.5 Kaidah-kaidah hukum lafazh Musytarak ........................................................................... 9
BAB III PENUTUP ………………….................................................................……...…… 13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………...........................……….… 14





BAB 1
PENDAHULUAN
Sejak masa turunya Al-Qur'an 14 abad yang lalu, Al-Qur'an  telah memproklamirkan dirinya sebagai satu-satunya kitab samawi yang memberikan  jaminan  bagi  manusia sebagai  hudan li an-nas dan sebagai kitab yang diturunkan agar manusia keluar dari kegelapan menuju terang benderang.
الَر كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS. Ibrahim 14:1)
Terlebih dalam surat Al-Baqarah :185 al-Qur'an memberikan lebih dari sekedah  kitab petunjuk bagi manusia namun dengan garansi seumur hidup al-Qur'an pun menawarkan dirinya sebagai standar nilai yang paling ideal yang patut dimiliki setiap manusia untuk meraih kesuksesan hidup yang sebenarnya (hasanah fi al-dunya wa hasanah fi-al akhirah).
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَان
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (Al-Baqarah 2:185)
Dan terkhusus bagi kaum muslimin yang telah mencapai derajat mu'minin dan muttaqin Al-Qur'an memberikan  "bonus" besar-besaran yang tidak diberikan kepada selainnya berupa  nuur, rahmat, dan mauidhah,
(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran 3:138)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an). (Al-Annisa 4174)
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Al-‘Araf 7:52)
Al Qur'an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-A'raf 7:203)
Namun semuanya tidak mudah untuk meraihnya terkecuali dengan membuka "kunci-kunci" pintu masuknya.  Salah satunya ialah  memahami dan mengerti bahasa Arab.
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (Yusuf 12:2)
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Qur'an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. (Al-Ra'du 13:37
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedang Al Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (al-Nahl 16:103)
Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Qur'an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka. (Thaha 20:113)
dengan bahasa Arab yang jelas. (Al-Syu'ara 42:195)
Al Qur'an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa. (Al-Zumar 39:28)
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, Al-Fushilat 41:3)
Dan jika Kami jadikan Al Qur'an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?". Apakah (patut Al Qur'an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh". (Al-Fushilat 41:44)
Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada umulqura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka. (Al-Syura 42:7)
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya). (Al-Zukhruf 43:3)
Dan sebelum Al Qur'an itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al Qur'an) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang dzalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Ahqaf 46:12)
Sedemikian tegas dasar teologis sekaligus filosofis urgensi memahami bahasa Arab sebagai salah satu syarat menggali mutiara-mutiara yang ada didalamn Al-Qur'an. Bagi  muslimin diluar bangsa Arab (‘Ajamiy) langkah awal untuk memahami al-Qur'an ialah dengan melakukan  penerjemahan kedalam bahasa bangsanya, misalnya bagi muslimin  Indonesia maka memahami al-Qur'an dimulai dari memahami terjemahan yang berbahasa Indonesia. Dalam proses penerjemahan inilah setiap orang, badan atau lembaga yang menerjemahkan diwajibkan untuk berpedoman kedalam  kaidah-kaidah bahasa Arab.
Jika seseorang atau lembaga  menterjemahkan al-Qur'an tanpa berdasarkan keilmuan yang haq salah satunya berpedoman pada kaidah-kaidah bahasa Arab yang benar, bahkan sebaliknya sebagai pesanan sekelompok orang (mengikuti hawa nafsu kaum fajir), Allah berlepas diri terhadapnya, dari siksaan Allah yang keras.
وَكَذَلِكَ أَنزَلْنَاهُ حُكْماً عَرَبِيّاً وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاق
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Qur'an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah. (Al-Ra'du 13:37)
Diantara kaidah-kaidah bahasa Arab yang harus menjadi pedoman dalam  proses menterjemahkan Al-Qur'an kedalam bahasa Indonesia adalah kaidah kebahasaan yang berhubungan dengan kalimat ( isim, fiil dan huruf ) musytarak. Kaidah-kaidah ini selain sebagai pedoman dalam menterjemahkan Al-Qur'an juga sebagai perangkat analisisa dalam mengkritisi/koreksi terhadap terjemahan-terjemahan  al-Qur'an  berbahasa Indonesia  yang sudah ada.









BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Mengapa Al-Quran Berbahasa Arab
 “Mengapa Al-Quran diturunkan kepada seorang Nabi yang miskin dan buta huruf (ummiy)? Mengapa tidak diberikan kepada pembesar Mekkah maupun Tha’if saja?” Pertanyaan seperti ini sering terjadi. Sama hal nya dengan pernyataan, “Mengapa Al-Qur’an berbahasa Arab?”
Banyak dalil yang mengungkap hal ini. Diantaranya; QS. 12: 2, 14: 4, 13: 37, 16: 103, 19: 97, 20: 113, 26: 193-195, 26: 198-199, 39: 28, 41: 3, 41: 44, 43: 3, 44: 58, dan 46 : 12.
Boleh dikata, hampir semua ayat tersebut menyatakan, bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dalam “bahasa Arab”. Adalah keliru jika karena Allah menurunkan Al-Quran ke dalam bahasa Arab kemudian dikatakan “tidak universal”.
Kenapa Allah memilih bahasa Arab? Bukan bahasa lain? Barangkali itu adalah hak Allah. Meski demikian, pilihan Allah mengapa Al-Quran itu dalam bahasa Arab bisa dijelaskan secara ilmiah.
Pertama, sampai hari ini, bahasa yang berasal dari rumpun Semit yang masih bertahan sempurna adalah bahasa Arab. Bahkan Bible (Old Testament) yang diklaim bahasa aslinya bahasa Ibrani (Hebrew) telah musnah, sehingga tidak ada naskah asli dari Perjanjian Lama.
Kedua, bahasa Arab dikenal memiliki banyak kelebihan: (1) Sejak zaman dahulu kala hingga sekarang bahasa Arab itu merupakan bahasa yang hidup, (2) Bahasa Arab adalah bahasa yang lengkap dan luas untuk menjelaskan tentang ketuhanan dan keakhiratan, (3) Bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab mempunyai tasrif (konjungsi), yang amat luas hingga dapat mencapai 3000 bentuk perubahan, yang demikian itu tak terdapat dalam bahasa lain. (Lihat, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag, edisi revisi, Juli 1989, hlm. 375 (foot-note).
Ketiga, Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW. dalam bahasa Arab yang nyata (bilisanin ‘Arabiyyin mubinin), agar menjadi: mukjizat yang kekal dan menjadi hidayah (sumber petunjuk) bagi seluruh manusia di setiap waktu (zaman) dan tempat (makan); untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya: dari kegelapan “syirik” kepada cahaya “tauhid”, dari kegelapan “kebodohan” kepada cahaya “pengetahuan”, dan dari kegelapan “kesesatan” kepada cahaya “hidayah”.
Tiga poin itu berjalan terus atas izin Allah sampai dunia ini hancur, yakni Risalah (Islam), Rasul (Muhammad SAW) dan Kitab (Al-Qur’an)). (Lihat, Prof. Dr. Thaha Musthafa Abu Karisyah, Dawr al-Azhar wa Jami‘atihi fi Khidmat al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Turats al-Islamiy, dalam buku Nadwat al-Lughah al-‘Arabiyyah, bayna al-Waqi‘ wa al-Ma’mul, 2001, hlm. 42).
Karena Islam itu satu risalah (misi) yang “universal” dan “kekal”, maka mukjizatnya harus retoris (bayaniyyah), linguistik (lisaniyyah) yang kekal. Dan Allah telah berjanji untuk memelihara Al-Qur’an, seperti yang Ia jelaskan, “Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Dzikra (Al-Qur’an) dan Kami pula yang memeliharanya.” (Qs. 15: 9).
Keempat, menurut Syeikhu’l-Islam, Ibnu Taimiyah, “Taurat diturunkan dalam bahasa Ibrani saja. Dan Musa ‘alayhissalam tidak berbicara kecuali dengan bahasa itu. Begitu juga halnya dengan al-Masih: tidak berbicara tentang Taurat dan Injil serta perkara lain kecuali dengan bahasa Ibrani. Begitu juga dengan seluruh kitab. Ia tidak diturunkan kecuali dengan “satu bahasa” (bilisanin wahidin): dengan bahasa yang dengannya diturunkan kitab-kitab tersebut dan bahasa kaumnya yang diseru oleh para rasul.
Seluruh para Nabi, menyeru manusia lewat bahasa kaumnya yang mereka ketahui. Setelah itu, kitab-kitab dan perkataan para Nabi itu disampaikan: apakah diterjemahkan untuk mereka yang tidak tahu bahasa kitab tersebut, atau orang-orang
belajar bahasa kitab tersebut sehingga mereka mengerti makna-maknanya. Atau, seorang utusan menjelaskan makna-makna apa yang dengannya ia diutus oleh Rasul dengan bahasanya…” (Lihat, Ibnu Taimiyah, al-Jawb al-Shahih liman Baddala Dina’l-Masih (Jawaban Yang Benar, Bagi Perubah Agama Kristus), (Cairo: Dar Ibnu al-Haytsam, 2003, jilid 1 (2 jilid), hlm. 188-189).
2.2 Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
  1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
  2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
  3. An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
  4. Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS
Terjemahan dalam bahasa Inggris
  1. The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
  2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall
2.3 MUSYTARAK
Kata musytarak adalah bentuk mashdar yang berasal dari kata kerja (اشترك)yang berarti bersekutu, seperti dalam ungkapan yang berarti kaum itu bersekutu. Dari pengertian bahasa ini selanjutnya para ulama ushul merumuskan pengertian musytarak menurut istilah. Adapun defenisi yang diketengahkan oleh ulama ushul tersebut, musytarak itu adalah lafazh yang mempunyai dua arti atau lebih yang berbeda beda. Misalnya: lafazh "quru" mempunyai arti suci dan haid, lafazh "maula" dapat diartikan tuan yang memiliki budak maupun budak itu sendiri. Seperti dalam kata "tanggal" dalam bahasa Indonesia dapat diartikan hari bulan dan dapat diartikan pula lepas.
Lafadz-lafadz musytarak banyak kita dapati dalam nash-nash syari'at (Al-Qur'an dan Hadits). Disamping  lafadz-lafadz lain yang tergolong kedalam pembagian lafadz ditinjau dari makna yang diciptakannya yakni khas, ‘amm dan jama' munakkar. Oleh karena itu lafazh-lafazh tersebut memerlukan penjelasan yang seksama apa yang dimaksud dengan masing-masingnya.
Perbedaan yang prinsip antara ketiganya dari segi maknanya adalah Lafazh khas itu diciptakan untuk satu makna bagi satuan tunggal, seperti lafazh Muhammad, thalib (mahasiswa), atau bagi satuan-satuan yang terbatas yang dapat dimasukkan kedalamnya, seprti lafazh mi'ah. Lafazh mi'ah ini dapat dimasuki kedalamnya satuan-satuan yang terbatas sampai seratus saja.
Lafazh ‘amm itu diciptakan untuk satu makna, tetapi makna yang satu itu mencakup satuan-satuan yang tidak terbatas, biarpun dalam kejadiannya dapat terbatas. Seperti lafazh thalabah. Lafazh thalabah mencakup setiap orang yang menuntut ilmu diperguruan tinggi, dengan tidak terbatas dengan jumlah tertentu, akan tetapi dalam kejadiannya dapat terbatas.
Lafazh musytarak diciptakan untuk beberapa makna yang penunjukannya kepada makna itu dengan jalan bergantian, tidak sekaligus. Misalnya lafazh ain. Lafazh ini diciptakan untuk beberapa makna. Yakni mata untuk melihat, mata air, matahari dan mata-mata. Penggunaannya kepada arti-arti tersebut adalah tidak sekaligus.
Bila lafazh ‘amm itu terdapat dalam satu kalimat, haruslah dipilih salah satu dari arti-arti tersebut yang sesuai dengan asosiasi kalimatnya. Jika tidak dipilih salah satu dari arti-artinya, maka arti-arti yang lain tidak boleh dipakai lagi dalam kalimat itu.
2.4 Sebab sebab yang menyebabkan lafazh menjadi musytarak
Sebab-sebab terjadinya lafazh musytarak dalam bahasa arab sangatlah banyak, namun Ulama Ushul telah merumuskan sebab-sebab yang paling mempengaruhi antara lain sebagai berikut:
  • a. lafazh itu digunakan oleh suatu bangsa (qabilah) untuk makna tertentu dan oleh suku bangsa yang lain dugunakan untuk makna yang lain lagi, kemudian sampai kepada kita dengan kedua makna tersebut tanpa ada keterangan dari hal perbedaan yang dimaksud oleh penciptanya. Misalnya lafazh yad (tangan), oleh sebagian qabilah diciptakan untuk makna hasta seluruhnya, sedang oleh qabilah lain diciptakan untuk arti telapak tangan sampai siku dan qabilah lain hanya mengartikan untuk telapak tangan saja.
  • b. lafazh itu diciptakan menurut hakikatnya untuk satu makna, kemudian dipakai pula pada makna lain tetapai secara majazi (kiasan). Pemakaian secar majazi ini masyhur pula, sehingga orang-orang menyangka bahwa pamakaian dalam arti kedua itu adalah hakiki bukan majazi. Dengan demikian para ahli bahasa memasukkannya kedalam golongan lafazh musytarak.
  • c. Terjadinya makna yang berkisar/keragu-raguan antar makna hakiki dan majaz.
  • d. terjadinya makna yang berkisar/keragu-raguan antar makna hakiki dan makna istilah urf sehingga terjadi perubahan arti satu kata dari arti bahasa ke arti istilah, seperti kata-kata yang digunakan dalam istilah syara', misalkan lafazh shalat yang dalam arti bahasa bermakna do'a, kemudian dalam istilah syarak digunakan untuk menunjukkan ibadah tertentu yang telah kita maklumi.
2.5 Kaidah-kaidah hukum lafazh Musytarak
Apabila dalam nash-nash Al-qur'an dan As-sunnah terdapat lafazh yang musytarak, maka menurut kaidah yang telah dirumuskan oleh para Ulama ushul adalah sebagai berikut:
  • a. apabila lafazh tersebut mengandung kebolehan terjadinya hanya musytarak antara arti bahasa dan istilah syara, maka yang ditetapkan adalah arti istilah syara, kecuali ada indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah arti dalam istilah bahasa.
  • b. Apabila lafazh tersebut mengandung kebolehan terjadinya banyak arti maka yang ditetapkan adalah salah satu arti saja dengan dalil-dalil (qarianah) yang menguatkan dan menunujukkan adalah satu arti tersebut. Baik berupa qarinah lafziah maupun qarinah haliyah. Yang dimaksud qarinah lafziah adalah suatu kata yang menyertai nash, sedangkan qarinah haliyah adalah keadaan kondisi tertentu masyarakat arab pada saat turunnya nash tersebut.
  • c. Jika tidak ada qarinah yang dapat menguatkan salah satu arti lafazh-lafazh tersebut, menurut golongan Hanafiah harus dimauqufkan sampai adanya dalil yang dapat menguatkan salah satu artinya.
Contoh-contoh lafazh musytarak
  • 1. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat al-Baqarah 2: 229:
الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
"talak (yang dapat dirujuki) dua kali setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik"
Dalam ayat tersebut diatas, lafazh thalaq harus diartikan dalam istilah syara, yaitu melepaskan tali ikatan hubungan suami istri yang sah, bukan diartikan secara bahasa yang berarti melepaskan ikatan secara mutlak
  • 2. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat al-Ahzab 33:56
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Contoh lain Lafazh "صلاة " pada ayat -ayat al-Qur'an bisa mengandung arti dalam istilah bahasa yaitu do'a dan bisa pula berarti dalam istilah syara' yaitu ibadah yang mempunyai syarat-syarat dan rukun-rukun tertentu. Sebagaimana  contoh lafazh "صلاة "yang diartikan dengan makna istilah bahasa, dalam firman Allah dalam QS. Al-Ahzab : 56 tersebut
Lafazh "صلاة " pada ayat tersebut bukan bermakna shalat dalam ibadah tertentu, akan tetapi mempunyai makna dalam istilah bahasa yaitu do'a, karena kata "صلاة " dalam ayat tersebut dinisbatkan kepada Allah dan malaikat-Nya. Sedangkan shalat dalam istilah syara' hanya diwajibkan kepada manusia.
Jadi terjemahan dari surat al-Ahzab :56 adalah sebagai berikut;
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berdo'a untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berdo'alah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab 33:56)
Bandingkan terjemahan  dalam versi qur'an digital (DEPAG RI)
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."
Dalam  versi terjemah qur'an digital (DEPAG RI) lafadz "يُصَلُّونَ" dan "صَلُّوا" seolah-olah tidak diterjemahkan dan dibiarkan menurut teks aslinya, padahal berdasarkan kaidah musytarak diatas, setiap lafadz harus diberikan padanya makna/arti menurut Syiaqul kalam (situasi pembicaraan). Dengan diterjemahkannya lafadz "يُصَلُّونَ" dan "صَلُّوا" dengan " do'a" maka ayat tersebut memiliki dimensi yang sangat luas. "Do'a" dalam kontek Allah dan Malaikat-Nya akan berbeda dengan "do'a" dalam konteks manusia (mu'min) diantaranya dengan mengucapkan kalimat " Allahumma shalli ‘ala Muhammad"
Jadi selanjutnya kaidah-kaidah  lafadz musytarak dapat dijadikan koreksi terhadap terjemahan-terjemahan al-Qur'an berbahasa Indonesia yang ada. Secara filosofis bahwa setiap terjemahan yang dirumuskan oleh seseorang atau lembaga bukanlah suatu yang "sakral" atau tanpa koreksi, yang sakral itu adalah al-Qur'annya sendiri. Akurasi suatu terjemahan dari teks-teks keagamaan (al-Qur'an-al-Hadits) terletak pada validitas kaidah-kaidah penerjemahan yang digunakan oleh seorang/lembaga penerjemah. Jadi revisi terhadap suatu terjemahan adalah suatu keniscayaan jika tujuannya untuk kemaslahatan yakni menggali mutiara-mutiara dalam samudra Al-Qur'an.
Berikut ini  adalah lafadz-lafadz yang di dalam Al-Qur'an dianggap sebagai lafadz musytarak, dan dapat dijadikan koreksi terhadap terjemahan yang ada, yang insya Allah pemaparannya dalam tulisan yang berbeda;
Du'a, dzikir,iman, syi'ir,qada, aman, ayat,rahmat,ruh,daraba , dll
















BAB 3
PENUTUP
Dari sedikit pemaparan diatas, dapat kita pahami bahwa perbedaan interpretasi terhadap nash-nash Al-qur'an akan menimbulkan kesimpulan-kesimpulan hukum yang berbeda pula. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap bahasa Arab dari berbagai aspeknya sangatlah penting untuk dikaji secara komprehensif, sehingga kita dapat mengaktualisasikan pesan-pesan teks Al-qur'an dalam konteks zaman kontemporer yang penuh tantangan dan problematika-problematika umat yang membutuhkan jawaban-jawaban yang dapat memberikan pencerahan tehadap ummat.
Wallahu'alam












DAFTAR PUSTAKA
Al-quranul Qarim
Dra. Latifah, dkk. Agama Islam I, Lentera Kehidupan SMA X, Jakarta;2006.
yudhisthira

H.Iyod Sirojuddin. Risalah Islam XII SMA, Jakarta;2006. Adfale Prima Cipta

Prof. Dr. Thaha Musthafa Abu Karisyah, Dawr al-Azhar wa Jami‘atihi fi Khidmat al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Turats al-Islamiy, dalam buku Nadwat al-Lughah al-‘Arabiyyah, bayna al-Waqi‘ wa al-Ma’mul, 2001
http://www.scribd.com/doc/9470519/Makalah-Agama
http://www.docstoc.com

0 komentar: