LANDASAN KURIKULUM BAHASA ARAB UNTUK NON BAHASA ARAB


A. Latar belakang
Tiap lembaga pendidikan mempunyai misi dalam rangka bagian dari pendidikan nasional. Falsafah suatu lembaga pendidikan (Universitas, IAIN, UIN, STAIN, Akademi maupun Sekolah) jarang sekali dinyatakan secara jelas, spesifik dan eksplisit dalam bentuk tertulis. Bahasa Arab masuk wilayah Indonesia dapat dipastikan bersamaan dengan masuknya agama Islam, karena bahasa Arab erat kaitannya dengan berbagai bentuk peribadatan dalam Islam.














B. Pembahasan
Tujuan pendidikan merupakan usaha agar individu melanjutkan pendidikannya. Tujuan pendidikan terletak pada proses pendidikan itu sendiri, yakni kemampuan dan keharusan individu meneruskan perkembangannya. Dalam penyusunan bahan ajaran menurut Dewey hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:1. Bahan ajaran hendaknya konkret, dipilih yang benar-benar berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail,2. Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.Bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran. Bahan pelajaran harus berisikan kemungkinan-kemungkinan, dan harus mendorong anak untuk bergiat dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk bereksperimen.Peranan guru bukan hanya berhubungan dengan mata pelajaran melainkan dia harus menempatkan dirinya dalam seluruh interaksinya dengan kebutuhan, kemampuan, dan kegiatan siswa. Guru juga harus dapat memilah dan memilih bahan-bahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan.
Metode mengajar merupakan penyusunan bahan ajaran yang memungkinkan diterima oleh para siswa dengan lebih efektif. Metode mengajar harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa.Sekolah merupakan suatu lingkungan khusus, bagian dari lingkungan manusia, yang mempunyai peranan dan fungsi khusus. Fungsi-fungsi dari sekolah adalah:a. Menyediakan lingkungan yang disederhanakan, karena tidak mungkin memasukkan semua peradaban manusia yang sangat kompleks ke sekolah,b. Membentuk masyarakat yang akan datang lebih baik,c. Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam lingkungan. Sekolah memberikan kesempatan kepada individu memperluas lingkungan hidupnya.
Namun suatu hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah bahwa pengembang kurikulum tidak bisa hanya menonjolkan filsafat pribadinya, tetapi juga perlu mempertimbangkan filsafat yang lain, antara lain falsafah negara dan falsafah lembaga pendidikan.Setiap negara pasti mempunyai suatu falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan. Di Indonesia landasan filosofisnya adalah Pancasila. Seperti dinyatakan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1968, Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia dan negara kita.Tiap lembaga pendidikan mempunyai misi dalam rangka bagian dari pendidikan nasional. Falsafah suatu lembaga pendidikan (Universitas, IAIN, UIN, STAIN, Akademi maupun Sekolah) jarang sekali dinyatakan secara jelas, spesifik dan eksplisit dalam bentuk tertulis. Bahasa Arab masuk wilayah Indonesia dapat dipastikan bersamaan dengan masuknya agama Islam, karena bahasa Arab erat kaitannya dengan berbagai bentuk peribadatan dalam Islam.
Maka tujuan pembelajaran bahasa Arab yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan seorang muslim dalam menunaikan shalat. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, materi yang diajarkan adalah doa-doa shalat serta surat-surat pendek dalam al-Qur’an yang lazim disebut juz amma. Apabila pembelajaran bentuk pertama ini kita lihat dari pendekatan filososfis maka tentunya belum ada tujuan eksplisit yang tertulis yang bisa dijumpai. Orang belajar bahasa Arab semata-mata karena motif agama. Meski demikian secara tersirat sudah ada tujuan yang jelas, yakni bahasa Arab sebagai sarana untuk beribadah.
Pengajaran bahasa Arab yang verbalistik ini dirasa tidak cukup, karena al-Qur’an tidak cukup dibaca hanya sebagai sarana peribadatan saja, melainkan pedoman hidup yang harus dipahami ma’nanya dan diamalkan ajaran-ajarannya. Maka muncullah pengajaran bahasa Arab bentuk kedua dengan tujuan pendalaman ajaran agama Islam, yang tumbuh berkembang di pondok pesantren. Materi pelajaran di pesantren ini meliputi fiqih, aqaid, hadist, tafsir, dan ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu, saraf dan balaghah dengan buku teks berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama dari pelbagai abad masa lalu. Pengajaran bahasa Arab bentuk kedua – yang dapat digolongkan ke dalam bentuk pengajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus – adalah yang paling dominan di tanah air dan diakui kontribusinya dalam memahamkan umat Islam Indonesia terhadap ajaran agamanya. Meski dipandang dari segi penguasaan bahasa Arab, kemahiran yang berhasil dicapai terbatas pada kemahiran reseptif.Bentuk pembelajaran bahasa arab yang kedua ini juga hampir tidak berbeda jauh dengan bentuk pembelajaran bahasa Arab yang pertama. Hanya tujuannya saja yang diperluas, yakni mempelajari atau memperdalam ajaran Islam dan demikian juga materi-materi pelajaran yang diajarkan sudah beragam.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, kebanyakan lembaga-lembaga pendidikan jarang membuat falsafah lembaganya secara tertulis. Falsafah yang dimaksudkan di sini adalah mencakup:
a.       alasan rasional mengenai eksistensi lembaga pendidikan itu,
b.      prinsip-prinsip pokok yang mendasarinya,
c.       nilai-nilai dan prinsip yang dijunjung tinggi, dan
d.      prinsip-prinsip pendidikan mengenai anak, hakikat proses belajar mengajar dan hakikat pengetahuan.
Sementara bentuk lain pengajaran bahasa Arab yang ada di Indonesia adalah yang terdapat di lembaga pendidikan formal (madrasah dan sekolah umum), meminjam istilah Wajiz Anwar, L.Ph adalah “bentuk yang tidak menentu”. Ketidakmenentuan ini bisa dilihat dari beberapa segi. Pertama, dari segi tujuan, terdapat kerancauan antara mempelajari bahasa Arab sebagai tujuan (menguasai kemahiran berbahasa) atau sebagai alat untuk menguasai pengetahuan lain yang menggunakan wahana bahasa Arab. Kedua dari segi jenis bahasa yang dipelajari, terdapat ketidakmenentuan apakah bahasa Arab klasik, bahasa Arab Modern atau bahasa Arab sehari-hari. Ketiga dari segi metode, terdapat kegamangan antara mempertahankan yang lama (gramatika-terjemah) dan metode baru (all in one sistem, direct methode dll). Melihat fenomena ini pemerintah memang telah melakukan perbaikan-perbaikan, diantaranya dimulai sejak workshop penyusunan silabus pengajaran bahasa Arab untuk tingkat dasar, menengah, dan lanjut (1972) sampai disosialisasikannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (disingkat KBK pada tahun 2004) dalam jajaran pendidikan Indonesia, dan mengadakan pelatihan bagi guru mengenai berbagai pendekatan atau strategi pembelajaran mutakhir, seperti Pembelajaran Quantum, (Quantum Learning) Belajar Mengajar Kontekstual (Contextual Teaching) dan sebagainya.
Dari segi landasan filosofis, bentuk pengajaran bahasa Arab yang ketiga ini memiliki landasan filosofis yang jelas, yaitu ‘Pancasila’. Namun sayangnya asas filosofis disini nampaknya masih ‘monoton’ atau ‘asas tunggal’ dimana filsafat pendidikan masih belum difungsikan. Sehingga muncullah problem-problem sebagaimana yang dikemukakan oleh Wajiz Anwar di atas. Atau mungkin masalah ‘kegagalan pembelajaran Bahasa Arab’ adalah masalah yang sangat kompleks, sehingga yang perlu diperbaiki bukan hanya sisi landasan filosofisnya saja.







C. Kesimpulan
Bentuk pengajaran bahasa Arab memiliki landasan filosofis yang jelas, yaitu ‘Pancasila’. Namun sayangnya asas filosofis disini nampaknya masih ‘monoton’ atau ‘asas tunggal’ dimana filsafat pendidikan masih belum difungsikan

0 komentar: